Einstein Kecewa ? Manusia Perlu Ilmu Untuk Menggunakan Ilmu !

Pidato atau orasi Albert Einstein (1879 ~ 1955) dihadapan civitas akademika Massachusetts Institute of Tecknology (MIT) bahwa salah satu yang dikeluhkan adalah mengapa ilmu (sains) yang seharusnya semakin memudahkan manusia di dalam kehidupannya ini, justru menciptakan sesuatu yang sebaliknya. Bahkan lebih mengerikan lagi adalah bahwa Iptek kemudian menjadi pemicu terjadinya konflik dan perang antara satu kelompok manusia dengan yang lainnya.

Einstein mengeluarkan pernyataan diatas dilandasi juga dengan kekecewaannya terhadap penggunaan rumusnya yang terkenal mengenai energi, kemudian menjadi dasar untuk membuat bom, termasuk bom yang digunakan menghancurkan Nagasaki dan Hiroshima.  Eisntein mencoba mencari jawaban dengan mengatakan : “Apa yang sesungguhnya tidak ada ? Atau apa yang belum dimiliki oleh manusia ketika memiliki sains itu ?


Sekulerisasi Ilmu pengetahuan

Huston Smith (1992) salah seorang pemikir dan ahli studi agama-agama di Amaerika Serikat menyatakan bahwa terjadi kegelisahan dan kekecewaan terhadap sistem dan hasil pendidikan modern. Smith menyesal dan merasakan adanya sesuatu yang hilang dalam rangka keberilmuan orang-orang modern masa kini. Dia merasakan tidak adanya korelasi antara pandangan orang modern dan hasil temuannya dengan Maha Penciptanya. Bukannya menemukan sesuatu, tetapi kita kehilangan sesuatu karena telah membiarkan diri kita secara tak sengaja terperangkap dalam epistemologi yang tidak memberikan ruang pada ketuhanan dan pengakuan akan adanya kehidupan dibalik kehidupan di dunia ini.Perguruan tinggi modern kebanyakan penghuninya berubah dan merasa tidak perlu berurusan dengan Allah karena amat disibukkan dengan segala tetek bengek ilmu pengetahuan politik, manajemen. tehnik, komunikasi, hukum dan sebagainya yang terpaksa harus dibebaskan dari segala nilai. Pernyataan Smith bisa dijadikan suatu warning signal terhadap masyarakat yang hidup dalam dunia moden saat ini, termasuk kita semua yang sedang berkecimpung dalam dunia pendidikan.Sejarah pembebasan sains dari hal-hal yang terkait dengan ketuhanan atau sekulerisasi ilmu pengetahuan, bukannya tanpa tantangan. Galileo (1564) dipandang pahlawan sekulerisasi ilmu pengetahuan karena mengeluarkan pendapat yang bertentangan dengan pandanga gereja. Galileo memperkokoh pandangan Copernicus (1473~1543) bahwa matahari adalah pusat jagad raya berlawanan pandanga gereja bahwa bumilah pusat jagad raya.

Galileo dihukum tetapi justru menandai lahirnya kesadaran baru sehingga muncul  ilmuwan yang berani berseberangan dengan gereja dan justru memisahkan dengan doktrin gereja. Hal tersebut semakin mempersubur ilmu pengetahuan sekuler dengan membuang segala sesuatu yang bersifat religius karena dipandang tidak relevan dengan ilmu.

Dikotomisasi Ilmu Pengetahuan

Pada periode Klasik Islam (Abad VII – XIII), yang dijuluki the golden age of Islam, telah terjadi perkembangan dalam segala aspek kehidupan umat, terutama perkembangan ulmu pengetahuan dan teknologi. Pada periode ini tidak terdapat dikotomi ilmu pengetahuan. Memang telah dikembangkan ilmu pengetahuan yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits dan ilmu pengetahuan yang bersumber dari alam dan masyarakat, tetapi masih dalam  satu kerangka yaitu pengetahuan Islam. Penghargaan Allah SWT kepada orang yang mepunyai ilmu pengetahuan, perintah Nabi Muhammad SAW untuk menuntut ilmu seumur hidup (lifelong education), dan di tempat yang jauh (Cina) sekalipun, merujuk pada perlunya penuntutan ilmu pengetahuan umum. Sedangkan perintah Allah agar sebagian diantara umat Islam itu untuk memperdalam ilmu Agama termasuk sains, teknologi, dan ilmu-ilmu sosial (umum). Dari informasi naqli dapat difahami kiranya ilmu pengetahuan umum itu masuk dalam Islam melalui penerimaan ilmu pengetahuan dari luar.

Selama seabad (750-850) terjadi proses penerjemahan pengetahuan dalam bahasa Yunani, Ibrani, Persia, dan India ke dalam bahasa Arab. Selain kegiatan penerjemahan, para ilmuwan Muslim berusaha mengadakan adaptasi terhadap ilmu pengetahuan asing dan selanjutnya menyusun kitab sendiri, terutama setelah masa penerjemahan. Kegiatan penulisan ilmu-ilmu umum berlangsung sampai abad XI. Adalah suatu ironi bahwa sesudah abad XI, karya-karya terjemahan dalam bahasa Arab tersebut diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin dan Ibrani, maka jadilah ilmu pengetahuan yang semula merupakan kekayaan intelektual yang sangat berharga miliki Umat Islam dibawa ke Barat.

Beberapa sarjana terkenal dalam sains diantaranya adalah

  1. Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi (780-850), seorang ahli matematika dengan karyanya Al-Jabr wa al-Muqabala (Pengukuhan kembali dan Perbandingan)
  2. Abu Abbas al-Fadhl Hatim an-Nizari (922) adalah seorang ahli astronomi yang menulis Kitab al-Ahdats al-Jahwu (Buku Pertukaran Cuaca dan Iklim) dan mengkritik Ptolemus dalam bukunya Kitab al-Arba’a li Ftalimus.
  3. Abu Raihan ibm Ahmad al-Biruni dengan karya masyurnya Al-Asrar al-Baqiyah ‘an al-Qarnil Khaliyah (Tambo bangsa-bangsa purba)
  4. Umar ibn Ibrahim al-Khayyami (1123) yang lebih terkenal dengan Umar Khayyam menulis buku Aljabr.
  5. Muhammad al-Syarif al-Idrisi (1100-1166), seorang ahli ilmu bumi alam dengan buku yang terkenal Nuzhat al-Musylaq fi Ikhtiraq al-Afd (Tempat orang-orang rindu menembus angkasa) dan membuat 7 buah peta dan menyusun ilmu bumi umum
  6. Hunain ibn Ishak (809-874), terkenal dengan ilmu kedokteran dan telah menterjemahkan 100 buah buku Galenos (Galen) dalam bahasa Arab
  7. Abu Bakar Muhammad Zakaria al-Razi (w 909), telah mewariskan beberapa karya tulis untul ilmu pengetahuan diantaranya Al-Hawi (Keseluruhan) merupakan buku induk dalam kedokteran

Kelompok ilmu-ilmu sosial Islam pada abad pertengahan antara lain

  1. Yaqut ibn Abdullah al-Hamawi (1179-1229) ahli dalam bidang ilmu-ilmu bumi sosial
  2. Abdullah ibn Abdullah ibn Yusuf ibn Bathuthah (1304-1377) dari Maroko membukukan pengalaman perjalanan ke beberapa tempat termasuk Nusantara dengan judul Rihlah Ibn Bathuthah.
  3. Muhammad ibn Ishak (w 768) dan Abdul malik ibn Hisyam (w 834) menuliskan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW
  4. Muhammad ibn Jarir al-Thabari (839-923) menulis tentang para Rasul dan Raja
  5. Abu Abdillah Muhammad ibn Muslim ibn Qutayba ( 828-889)  menulis sejarah politik negeri-negeri Islam dengan karangannya yang berjudul ‘Uyun al-Akhbar (Kabar-kabar terpenting)

Selanjutnya ilmu-ilmu bahasa juga berkembang terutama yang berkaitan dengan bahasa Arab. Bahasa Arab pada periode klasik dipakai sebagai bahasa Ibu (bagi orang Arab), bahasa pergaulan(lingua franca), dan bahasa ilmu pengetahuan. Karena sebagian unsur non Arab masuk dan berada dalam kekuasaan Islam bahasa Arab menjadi penting untuk dipelajari. Ahli bahasa antara lain

  1. Abu al-Aswad al-Du’ali menulis karya Ilmu Nahwu dan Sharf untuk mempelajari Tata Bahasa dan tata kata dan kalimat
  2. Al-Jurjani (w 1413) menyelidiki kata dan kosa kata, merupakan orang pertama menyusun ringkasan dari leksikologi

Demikian juga ilmu-ilmu pengetahuan agama yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadits diantaranya

  1. Ismail R. Al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi menamakan ilmu agama dengan ilmu-ilmu syar’iyah yang mencakup ilmu-ilmu bahasa, ulumul Qur’an. Ulumul Hadits, dan ilmu-ilmu syar’iyah.
  2. Abdullah ibn Kathir (120/737), Ashim ibn Abu al-Nujud (127/744), Abdullah ibn Amir (118/736), Ali ibn Hamzah (189/804), Abul Amr ibn al-Ala (155/771), Hamzah ibn Habib (156/772) dan Nafi ibn Abu Nu’aym (169/785) merupakan pakar yang menyusun kaidah-kaidah standar untuk pembacaan Al Qur’an.

Selain ulumul Qur’an, terbentuk serangkaian ilmu agama diantarnya Ululmul Hadits, Ilmu Hukum, Ilmu Kalam (Theologi), Tashawwuf (mistisisme Islam), dan Filsafat. Selain itu muncul ilmu Sastra, Kaligrafi, Arsitektur, dan seni suara. Sehingga pada periode tersebut ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya sehingga peradaban demikian maju.. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, lahior ilmuwan muslim dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Mereka yang mempunyai satu bidang keahlian/studi disebut sarjana (scholar), sementara yang ahli dalam beberapa disiplin ilmu disebut terdidik (educated)

Pada periode pertengahan Islam ( abad XIII – XIX) terjadi kemunduran dengan munculnya mazhab-mazhab yang sebenarnya merupakan pendapat ilmiah yang brilian dari penciptanya. Tetapi masih banyak karya dari para ilmuwan dan para pakar diantaranya adalah Abdurrahman ibn Muhammad Ibnu Khaldun (w.1406) merupakan peletak dasar filsafat sejarah yang memuat metodologi penelitian dan penulisan sejarah dan yang sebenarnya lebih berhak menyandang Bapak Ilmu Sosial dari pada Auguste Comte (1798-1852) yang muncul empat abad setelahnya !

Selanjutnya warisan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dari Islam itu, dikembangkan sehingga mengantar Barat mencapai dunia baru melalui pintu gerbang ‘renaissance dan kemudian reformasi. Benar ungkapan ‘ dunia Islam merupakan mata rantai yang menghubungkan Eropa Lama dengan Eropa Baru”

Kondisi ilmu pengetahuan pada abad pertengahan Islam seperti itu, berpengaruh terhadap struktur pengetahuan dalam Islam dimana ilmu pengetahuan syar’iyah yang bersumber pada Al Quir’an dan Hadits dianggap sebagai ilmu pengetahuan Islam sedang ilmu pengetahuan sains, sosial dan teknologi yang bersumber pada masyarakat dan alam sudah dikeluarkan dari struktur ilmu pengetahuan Islam.  Dengan demikian telah terjadi dikotomi ilmu pengetahuan oleh masyarakat Islam sendiri. Terlebih pada masa penjajahan oleh Barat, ilmu umum dianggap ilmu kafir sehingga tidak diajarkan di lembaga pendidikan Islam !

Reintegrasi Ilmu Pengetahuan Islam

Sejarah mencatat tenggelamnya ilmu dan munculnya kemunduran dikarenakan pada masa itu orang menyibukkan diri dengan persengketaan agama dan perebutan kekuasaan, yang pada akibatnya mereka tidak sempat lagi berfikir, apalagi mengembangkan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan sebenarnya justru dapat digunakan untuk mempertebal iman dan keyakinan, sementara agama sebaliknya dapat memberikan bimbingan di mana akal manusia tidak dapat mencapainya. Sejarah juga mencatat bahwa pada jaman keemasan Islam dimana terjadi  Integrasi Ilmu Pengetahuan sehingga muncul ilmuwan-ilmuwan muslim ternama dengan karya luar biasa dan membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan sains.

Sebagai sampel inegrasi antara sains dan ilmu agama sebagai berikut :

Surat Al-Rum ayat 22 yang artinya :

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit (astronomi) dan bumi (geodesi) serta berlain-lainannya bahasamu (linguistik) dan warna kulitmu (anthropologi). Sesungguhnya yang pada semikian itu benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mengetahui”

Surat Al-Mulk ayat 3 yang artinya :

“Kamu sekali-kali tidak akan melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang (adakan penelitian), adakah kamu lihat sesuatu yang tidak teratur dan seimbang” . Dan banyak lagi ayat  bukti integrasi ilmu pengetahuan sains dan agama, sehingga jaman keemasan Islam bisa kembali tumbuh dan berkembang.

Sumber : Sinergi Agama Dan Sains (Ikhtiar Membangun Pusat Peradaban Islam)-Alauddin Press

 

 

Posted on 26 Maret 2011, in It's Amazing and tagged , , , . Bookmark the permalink. 1 Komentar.

  1. kegersangan sains modern, tanpa didasari pijakan religi, gersang juga jiwa-jiwa ini ..

Tinggalkan komentar